Kamis, 11 Desember 2008

minyakku kemana...

Waduh.....capek, kasihan juga. Tiap kali mendengar orang nyari minyak, pas stok dirumah habis (kebetulan ibu saya mengelola warung kecil-kecilan buat sampingan sembari menikmati pensiun).
Tiap kali orang tanya, "Bu..., minyaknya (minyak tanah, pen.) masih?"
Bahkan ada juga yang rada maksa, "Coba bu yang di jerigen, kali masih ada!" atau "Dikit aja mas (kalau pas yang melayani saya sendiri), sekedar buat nyalain kompor."
Parahnya lagi, "Bagi dikit bu, yang dikompor kan ada...." (Lha..... tuh, segitu parahnya)
Memang di daerah saya, Gombong, antre minyak sangat jarang, parah baru sekarang ini (sekitar 2 bulanan).
Saya kulak minyak sekitar hari senin, dibatasi max. 60 liter (2 jerigen 30an liter) habis dalam waktu 2 hari. Setiap kali belanja harganya sudah beda. Boleh dikata, kami kerja bakti nyediain minyak tanah. Ya toh...... harga jual sekarang, impas buat belanja besoknya.
Mungkin saya nggak tegaan kasih harga yang tinggi. Itu kebutuhan sangat pokok seluruh masyarakat.
sebenarnya, pasti, seberapapun harganya orang pasti beli. Gimana lagi?
Apa sih maunya para pengelola negara ini.....
Mungkin mereka bingung, kalau dijual murah pasti akan disalahgunakan. Dijual mahal, seperti ini hasilnya.
Tau dah...., kata orang minyak akan diganti gas yang lebih murah, dari segi biaya pemakaian. Iya kalau diitung total, tapi kan nggak bisa ngecer.... setengah kilo, misal. Orang kecil yang penghasilannya nggak tetep, gimana?
Ya situ, pikir sendiri.....
Yang mengherankan, tempo hari, baru-barunya gas tabung 3kg dibagikan , harganya bergeser dikit. Bahkan sempat juga ngumpet. Lha kalau besok-besok seperti itu sering dimainkan, kaya apa rasanya yah?!, pake kayu....kayu juga mahal, hutan dah pada gundul!
Nah ini juga nih...., gasnya siapa yang mbikin, siapa yang ngedarin, siapa yang njual, bisa dijamin nggak kelangsungan hidupnya?
Mungkin juga permasalahan dari situ, kaya jaman dahulu ada pengaturan pemakaian pupuk tablet bagi para petani.
Yaah....gak tau lah! Lagi-lagi buntu pikiranku.
Sekarang kami