Wacana sekolah gratis langsung dengan cepat melekat di benak hampir seluruh penghuni negeri ini. Sebuah harapan yang terus dinanti, ketika setiap anak negeri bisa mengenyam bangku sekolah, tanpa ada yang membebani, yaitu biaya, salah satunya.
Mungkin selama ini ada terkesan bahwa sekolah merupakan kegiatan yang 'mahal'. Banyak orang awam masih melihat seperti itu. Terlekat dalam benak awam, bahwa dalam kegiatan sekolah dipastikan akan mengeluarkan biaya yang (tentunya) tidak sedikit bagi sebagian lapisan.
Dari awal seorang anak menginjakkan kaki disekolah, orang tua sudah dibayangi oleh jumlah uang yang harus dipersiapkan. Dari mulai seragam, uang kegiatan, juga dana pengembangan yang dijadikan sebagai bahan omongan ketika bertemu dengan teman, rekan atau famili.
Dan terlihat dalam kenyataan banyak ditemui di berbagai pelosok negeri ini, anak usia sekolah berada dilingkungan kerja, dikeramaian, atau lingkungan umum pada jam sekolah. Bukan karena bolos sekolah (banyak juga yang seperti itu) tetapi karena mereka harus memenuhi kebutuhan ekonomi, yang seharus belum waktu mereka jalani, sehingga mereka harus merelakan kesempatan belajar mereka.
Kenyataan yang Ada
Jika permasalah tersebut dilhat dari pandangan orang tua atau wali siswa, memang sebisa mungkin sekolah gratis. Tetapi jika permasalah tersebut dilihat dari cara pandang sekolah, maka akan terlihat mengapa mereka menarik dana dari siswa melalui orang tua atau walinya.
Sebuah sekolah jika hanya mengandalkan pembiayaan kegiatan sekolah dari dana pemerintah, maka pengembangan kegiatan sekolah dipandang akan mengalami kemandekan.
Dana Pendidikan di Indonesia ini memang sedang ditingkatkan, tetapi dana tersebut tidaklah tak terbatas. Selama ini dana pendidikan dari pemerintah yang sampai di sekolah (negeri juga swasta) mungkin saja akan digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan sekolah termasuk untuk memberi honor untuk guru yang belum PNS serta kesejahteraan guru dan karyawan. Lebih utama, dana pendidikan digunakan untuk membiayai pengembangan sarana-prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar. Idealnya demikian. Pengembangan sarana-prasarana pembelajaran idealnya terus berjalan, untuk mewujudkan kualitas sistem dan lembaga pendidikan.
Cukupkah dana pendidikan yang sampai ke sekolah digunakan untuk mengisi anggaran pengembangan sarana dan prasarana sekolah. Dapatkah dana tersebut mem-backup kegiatan-kegiatan pendukung KBM, kegiatan siswa diluar KBM atau untuk pemeliharaan sarana-prasarana sekolah tanpa memungut dana dari orangtua/wali siswa.
Pendidikan Yang Berkualitas?
Selama ini belum juga terlihat jelas kualitas hasil pendidikan di Indonesia. Masih sangat terkesan bahwa pendidikan yang ada sekedar menjalankan hal yang semestinya berlangsung atau sekedar menggugurkan kewajiban. Kualitas mendasar dari hasil kegiatan pendidikan, yaitu manusia yang berkualitas secara moral bahkan spiritualnya masih terabaikan. Keunggulan pengetahuan, nilai rapot atau nilai ijazah masih menjadi menu utama kegiatan belajar mengajar.
Sangat jelas terlihat, diterapkannya batas kelulusan yang selalu meningkat tiap tahunnya lebih mendorong sekolah untuk mengejar target tersebut. Tidak sedikit sekolah yang ingin siswanya lulus ujian nasional dengan cara meninggalkan mapel-mapel non ujian nasional dalam pelaksanaan pembelajarnnya. Bahkan melakukannya dengan cara-cara yang sehatusnya terjadi lingkungan pendidikan.
Yang jadi permasalahan adalah mampukah sekolah-sekolah (diantaranya sekolah negeri) mengembangkan sistem pembelajaran yang berkualitas tanpa memungut tambahan dana dari siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar